"Bisnis adalah perang, karena pada dasarnya menjalanka bisnis adalah menjalankan strategi bertahan, menyerang dan menaklukan musuh. Itulah sebabnya, banyak sekali falsafah perang yang kemudian diterapkan dalam strategi bisnis”.
Keberhasilan strategi militer mengilhami konsep-konsep yang melahirkan suksesnya pemasaran. Karenanya, beberapa “jurus” Sun Tzu sangat relevan diterapkan dalam dunia pemasaran. Strategi merupakan kata yang acap kali mendapatkan perhatian dalam pemasaran. Pada hakikatnya, strategi (how) adalah cara mencapai suatu tujuan (what). Sementara dalam marketing strategy, pemasaran justru bertujuan untuk menyeleksi, melayani, dan memuaskan pelanggan dalam kondisi yang menguntungkan. Maka dari strategi itu, strategi pemasaran merupakan cara dari sebuah perusahaan untuk meraih tujuannya, yang mencakup studi segmentasi, analisis kompetitif, dan taktik marketing mix 4P (Product, Place, Price, Promotion).
Dewasa ini, berbagai tulisan telah mengulas persamaan antara strategi militer dan strategi pemasaran. Para pengarangnya kerap menggunakan istilah militer seperti “menyerang lebih dahulu”, “serangan kilat”, “daerah tak bertuan”, “gerilya”, “rantai komando”, dan strategi lainnya. Sementara itu di antara para ahli strategi perang, nama Sun Tzu diakui sebagai ahli strategi militer terbesar. Sejumlah pemimpin militer sukses (seperti Jendral Patton) dan eksekutif bisnis (seperti Jack Welch, mantan CEO General Electric), sukses lantaran menerapkan ajaran Sun Tzu.
Sun Tzu mengatakan, “Dalam perang, strategi terbaik adalah merebut suatu negara secara utuh. Memperoleh 100 kemenangan dalam 100 pertempuran bukanlah suatu keahlian. Namun menaklukan musuh tanpa bertempur, itu baru keahlian.” Karena tujuan bisnis adalah survive dan meraih untung, maka kita harus merebut pasar. Hal ini mesti dilaksanakan sedemikian rupa sehingga pasar tidak hancur dalam prosesnya. Sun Tzu menyebutnya sebagai
Jurus-Jurus Sun Tzu Dalam Pemasaran.
“menang tanpa bertempur”. Perusahaan bisa melakukannya denga beberapa cara, seperti menyerang bagian pasar yang tidak terlayani. Jurus inilah yang dipakai Yamaha Mio, yang semula para kompetitornya mengabaikan pasar motor bebek untuk kalangan perempuan lantaran hanya memiliki pangsa pasar yang kecil. Langkah ini ternyata membuahkan hasil karena menangkap kebutuhan konsumen dari kalangan wanita yang mendambakan motor bebek yang sesuai bagi wanita.
Pendekatan barat dalam persaingan bisnis biasanya lebih mengarahkan perusahaan untuk menggelar strategi head on, serangan tertuju pada kekuatan utama lawan. Gaya “macho” dalam strategi bisnis ini berujung pada perang yang merugikan, di mana akhirnya pihak-pihak yang terlibat akan menanggung biaya sangat tinggi. Sebaliknya, Sun Tzu justru mengarahkan kita fokus pada kelemahan kompetitor, yang bakal memaksimalkan profit karena dapat meminimalkan sumber daya yang digunakan.
“Pasukan itu ibarat air. Agar bisa mengalir, dia harus menghindari tempat tinggi dan mencari tempat rendah. Makanya, hindarilah kekuatan dan seranglah kelemahan lawan,” demikianlah petuahnya. Banyak orang yang familiar dengan teknik SWOT sebagai cara untuk menganalisis situasi perusahaan. Kebanyakan strategi pemasaran sudah menggunakan secara implisit, namun tidak begitu sempurna karena kurang eksplisit. Perusahaan sebaiknya menggunakan strategi “flanking” (menyerang sisi) terhadap pesaing lewat diferensiasi, perluasan atau membentuk kembali kebutuhan pelanggannya. Serangan bisa juga dilakukan ketika pesaing tak menduganya sama sekali. Dalam hal ini terdapat sejumlah pertanyaan yang harus diuji, yaitu bagaimana taktik yang dilakukan dalam menyerang kelemahan pesaing? Apa titik rawan perusahaan kita? Dan bagaimana cara melindungi dan mengurangi serangan lawan?
Inilah petuah Sun Tzu yang sangat terkenal: “Kenalilah musuhmu dan kenalilah dirimu, niscaya Anda akan berjaya dalam ratusan pertempuran.”
Agar bisa tahu dan mengeksploitasi kelemahan lawan, butuh pemahaman mendalam tentang strategi, kapabilitas, pemikiran, dan hasrat para pemimpinnya; seperti juga pengetahuan yang dalam atas kekuatan dan kelemahan diri kita sendiri. Penting juga untuk mengerti keseluruhan persaingan serta tren industri di sekeliling. Dengan demikian kita bisa memiliki feeling atas medan laga tempat di mana kita akan bertempur. Sebaliknya, untuk menjaga agar kompetitor tidak memakai strategi yang sama melawan kita, penting kiranya untuk menutupi dan merahasiakan rencana tersebut.
“Suatu perencanaan akan membuahkan hasil maksimal bila kita mempunyai informasi yang tepat waktu, relevan, dan akurat,” begitu pendapat Khoo Keng Jor, penulis Applying Sun Tzu’s in Marketing. Karenanya, memaksimalkan kekuatan dalam mengumpulkan informasi itu sangat penting. Penggunaan intelejen pasar (spy) yang jitu akan meningkatkan pengetahuan untuk menyerang pasar dan mendiferensiasikan diri dalam mind share pelanggan. Dan pada akhirnya, pemasar tidak bisa mengabaikan gerakan pesaing, lebihlebih lagi tidak bisa mengabaikan kebutuhan pelanggan. Di dunia pemasaran kini, kita mesti mengenal siapa pelangan kita, mengenal siapa musuh kita, dan mengenal diri kita sendiri untuk dapat merebut kemenangan.
Pemasar mesti bergerak cepat untuk dapat menguasai persaingan. Agar bisa menggunakan pengetahuan dan tipuan secara penuh, Sun Tzu menyatakan bahwa kita mesti mampu bertindak dengan kecepatan tinggi. “Bersandar apa adanya tanpa persiapan merupakan kejahatan terbesar, persiapan terhadap kemungkinan yang muncul adalah kebijakan terbesar.” Bergerak dengan cepat bukan berarti mengerjakan secara tergesa-gesa. Kenyataannya, kecepatan butuh persiapan matang. Mengurangi waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan, mengembangkan produk, dan layanan pelanggan adalah hal utama. Memahami reaksi kompetitor potensial terhadap serangan kita merupakan hal yang juga penting.
Timing dan kecepatan sangat krusial dalam banyak industri, baik teknologi, farmasi, dan barang konsumsi. Kemampuan membaca pasar dan meluncurkan produk secara cepat, biasanya merupakan langkah utama dalam meraih mind share dan market share. Dalam pasar produk teknologi, misalnya, tiga besar penguasa pasar sering punya pangsa pasar berturut-turut 50%, 15%, dan 5%; tergantung pada siapa yang muncul pertama, kecanggihan teknologi, serta yang punya superioritas dan fungsionalitas. Waktu peluncuran dan kecepatan tidak mutlak penting bagi semua bisnis, karena tergantung pada tahap daur hidup sebuah produk dan kedinamisan industri yang bersangkutan, tapi sangat relevan pada produk baru atau arah strategi. Kecepatan ini mesti dilakukan lewat persiapan yang matang dan membangun struktur tertentu yang cerdas, prospektif, dan adaptif.
“Mereka yang ahli adalah mereka yang menggiring lawan menuju medan pertempuran dan bukan sebaliknya,” kata Sun Tzu. Membentuk medan persaingan berarti mengubah aturan kontes (rules of contest), membuat persaingan sesuai dengan keinginan kita. Maka dari itu, kendali situasi harus berada dalam genggaman kita, bukan pesaing. Salah satu cara melakukan strategi ini ialah melalui penggunaan aliansi. Dengan membangun jaringan aliansi, pergerakan kompetitor dapat dibatasi. Demikian pula, dengan mengontrol titik-titik strategis dalam industri, kita bakal sanggup membuat pesaing menari sesuai irama yang kita tentukan.
Sekarang co-marketing dan co-branding populer digunakan untuk menaikan marketing relationship, pelengkap produk dan pengalaman yang lain. Menurut Sun Tzu, membangun jaringan aliansi yang kuat merupakan cara untuk membendung gerakan aktratif lawan. IBM misalnya, bermitra dengan 30 lebih vendor aplikasi guna menghadang serangan pesaing dengan perangkat solusi yang luas dan lengkap. Ketimbang merger dan akuisisi, aliansi mudah dibentuk dan mudah pula bubar. Ini mengurangi resiko investasi serta memberikan respon pasar dan persaingan yang cepat. Setiap marketing plan yang strategis mesti melibatkan identifikasi, analisis, dan evaluasi dari aliansi potensial untuk mengendalikan medan persaingan. Namun, sebelum membentuk aliansi, perlu dikaji keuntungan apa yang kita peroleh dan tawarkan kepada pihak lain dalam beraliansi.
“Bila pemimpin memperlakukan orang dengan kebajikan, keadilan, dan kebenaran, serta mengangkat rasa percaya diri mereka; semua pasukannya akan satu pikiran dan senang melayani.” Implementasi suatu strategi memerlukan delegasi. Butuh seorang pemimpin spesial untuk mewujudkan konsep-konsep strategi ini dan memaksimalkan potensi karyawan. Sun Tzu menggambarkan beberapa ciri dari seorang leader yang baik. Seorang pemimpin harus bijak, tulus, ramah, berani, dan tegas. Pemimpin juga mesti selalu memberikan contoh pada bawahannya. Hanya leader berkarakter yang bisa merebut hati para karyawannya.
Seperti yang kita ketahui, kemampuan suatu perusahaan mendorong inisiatif karyawannya merupakan hal yang amat penting. Hanya dengan demikianlah, perusahaan tersebut bisa menyesuaikan strateginya, serta merespon lingkungan kompetensi yang dinamis dan tuntutan pelanggan yang semakin tinggi. Seperti yang dikatakan Sun Tzu, “Dalam perang sekarang, terdapat seratus perubahan pada setiap langkahnya. Bila seseorang yakin ia mampu, ia maju; bila ia menganggapnya sulit, ia bakal tertinggal.”
Jurus-jurus di atas telah dimanfaatkan sejak lama oleh kalangan militer dan bisnis untuk membangun strategi kreatif dan mencapai kemenangan. Pemikiran Sun Tzu tersebut dapat membantu untuk memprioritaskan pasar dan menentukan fokus persaingan, yaitu seperti :
• Bagaimana mengeksploitasi kelemahan pesaing,
• Bagaimana membangun suatu tindakan yang akan membingungkan lawan,
• Bagaimana menyiapkan dan meluncurkan inisiatif,
• Dan akhirnya bagaimana pemimpin berkualitas mencapai sukses berkelanjutan.


