Dari kecil hingga tumbuh besar Soetrisno Bachir berada di lingkungan keluarga usaha, mendidiknya membentuk karakter sebagai sebagai pengusaha.Sepanjang tahun 1976 hingga 1980 ia aktif menggeluti usaha batik. Lalu, ia bersama kakaknya Kamaluddin Bachir sejak 1981 mulai mengibarkan bendera bisnis Grup Ika Muda, kini menaungi tak kurang 14 badan usaha perseroan terbatas. Grup itu bergerak di bidang budidaya udang, properti (realestat), ekspor-impor, rotan, peternakan dan media massa.
Sutrisno kemudian mengembangkan bisnis sendiri melalui Grup Sabira, induk bagi 10 perusahaan yang bergerak di bidang keuangan atau investasi, perdagangan, konstruksi, properti, ekspor impor, pelabuhan, dan agrobisnis.
Soetrisno memang lahir dan besar di tengah-tengah keluarga pedagang di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia adalah pedagang sekaligus aktivis organisasi. Anggota Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah ini adalah aktivis organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), kini ia masih menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Keluarga Besar PII.
Sutrisno kemudian mengembangkan bisnis sendiri melalui Grup Sabira, induk bagi 10 perusahaan yang bergerak di bidang keuangan atau investasi, perdagangan, konstruksi, properti, ekspor impor, pelabuhan, dan agrobisnis.
Soetrisno memang lahir dan besar di tengah-tengah keluarga pedagang di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia adalah pedagang sekaligus aktivis organisasi. Anggota Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah ini adalah aktivis organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), kini ia masih menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Keluarga Besar PII.
Ia juga aktivis di sejumlah organisasi profesi bisnis, misalnya sebagai tokoh dan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Kadin, hingga Real Estate Indonesia (REI).
Simbiose citra sebagai pedagang dan aktivis selalu melekat dalam diri Sutrisno Bachir. Ia banyak menyumbangkan materi hasil berdagang ke berbagai organisasi sosial keagamaan. Ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lahir ia memberikan banyak dukungan. Demikian pula di lingkungan HMI, Muhammadiyah, serta PII dalam 25 tahun terakhir sangat mengenal Sutrisno sebagai penyumbang yang dermawan.
Setiap organisasi sosial keagamaan, kalau memerlukan dukungan finansial, dan lalu menemui ayah empat orang anak ini, sepanjang rencana kegiatannya bermanfaat jelas maka dijamin pasti tidak akan pulang dengan tangan hampa.
Keringanan tangan menyumbang itulah yang ‘memperkenalkan’ Sutrisno Bachir dengan sosok Amien Rais. Apalagi, ia mendapat amanah dari ibunya Latifah Djahrie yang berpesan untuk bantu Pak Amien. “Ibu saya berpesan agar saya selalu membantu Pak Amien,” ujar Sutrisno.
Sejak tahun 1998 kendati bisnisnya sedang dihantam badai krisis ia tetap komit menuruti perintah ibunya. Ia sangat percaya, bila kita sering membantu yang lain Allah akan membalas berlipat-lipat. “Saya sering membuktikan hal itu,” kata Sutrisno Bachir yang sangat hormat kepada ibunya.
Ia yakin kesuksesannya sebagai pengusaha tidak lepas dari restu ibu. Ia ingat persis hadits Nabi, bahwa ridho Allah adalah ridho orangtua. Ia juga mengamini hadits lain, yang telah menjadi semacam ungkapan klasik keagamaan, bahwa ‘surga berada di bawah telapak kaki ibu’. Sabda Rasul Muhammad SAW di atas bukanlah sekadar rangkaian kata-kata namun nyata terbukti dalam kehidupan Sutrisno sehari-hari.
‘Romantisme’ politik antara Amien Rais dan Sutrisno Bachir sudah berlangsung lama. Amien Rais menyebutkan Sutrisno selalu berada di sampingnya untuk memberikan dukungan. Sejak PAN lahir 1998 termasuk selama kampanye Pemilu 1999, walau bukan sebagai pengurus Sutrisno aktif memberikan bantuan financial.(Red)
Simbiose citra sebagai pedagang dan aktivis selalu melekat dalam diri Sutrisno Bachir. Ia banyak menyumbangkan materi hasil berdagang ke berbagai organisasi sosial keagamaan. Ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lahir ia memberikan banyak dukungan. Demikian pula di lingkungan HMI, Muhammadiyah, serta PII dalam 25 tahun terakhir sangat mengenal Sutrisno sebagai penyumbang yang dermawan.
Setiap organisasi sosial keagamaan, kalau memerlukan dukungan finansial, dan lalu menemui ayah empat orang anak ini, sepanjang rencana kegiatannya bermanfaat jelas maka dijamin pasti tidak akan pulang dengan tangan hampa.
Keringanan tangan menyumbang itulah yang ‘memperkenalkan’ Sutrisno Bachir dengan sosok Amien Rais. Apalagi, ia mendapat amanah dari ibunya Latifah Djahrie yang berpesan untuk bantu Pak Amien. “Ibu saya berpesan agar saya selalu membantu Pak Amien,” ujar Sutrisno.
Sejak tahun 1998 kendati bisnisnya sedang dihantam badai krisis ia tetap komit menuruti perintah ibunya. Ia sangat percaya, bila kita sering membantu yang lain Allah akan membalas berlipat-lipat. “Saya sering membuktikan hal itu,” kata Sutrisno Bachir yang sangat hormat kepada ibunya.
Ia yakin kesuksesannya sebagai pengusaha tidak lepas dari restu ibu. Ia ingat persis hadits Nabi, bahwa ridho Allah adalah ridho orangtua. Ia juga mengamini hadits lain, yang telah menjadi semacam ungkapan klasik keagamaan, bahwa ‘surga berada di bawah telapak kaki ibu’. Sabda Rasul Muhammad SAW di atas bukanlah sekadar rangkaian kata-kata namun nyata terbukti dalam kehidupan Sutrisno sehari-hari.
‘Romantisme’ politik antara Amien Rais dan Sutrisno Bachir sudah berlangsung lama. Amien Rais menyebutkan Sutrisno selalu berada di sampingnya untuk memberikan dukungan. Sejak PAN lahir 1998 termasuk selama kampanye Pemilu 1999, walau bukan sebagai pengurus Sutrisno aktif memberikan bantuan financial.(Red)


